Penulis: Sayyida Aulia Rahma
MAYANTARA- Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka (UT) menggelar Studium Generale VI bertajuk “Digital Well-being untuk Menghadapi Tantangan VUCA di Era Digital” pada Sabtu, 8 November 2025, di Radya Litera Griya Solopos, Surakarta.
Acara ini juga disiarkan secara daring melalui kanal YouTube dan Zoom Universitas Terbuka.
Kegiatan ini diadakan sebagai upaya memperluas wawasan mahasiswa FHISIP UT mengenai kesejahteraan digital dan tantangan teknologi di era VUCA, yakni era yang ditandai dengan volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas.
Hadir sebagai keynote speaker Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Indonesia, Nezar Patria, S.Fil., M.Sc., M.B.A., serta tiga narasumber: Isma Dwi Fiani, S.I.Kom., M.Si. (Dosen Ilmu Komunikasi FHISIP UT), Rini Yustiningsih (Pemimpin Redaksi Solopos Media Group), dan Gerry Prayudi (influencer sekaligus edukator digital).
Acara ini dipandu oleh Danar Kristiana Dewi, S.I.Kom., M.I.Kom., dosen Ilmu Komunikasi FHISIP UT.
Direktur UT Surakarta, Dra. Yulia Budiwati, M.Si., dalam sambutannya menekankan pentingnya kesadaran dalam menggunakan teknologi digital di tengah kehidupan modern.
“Kini teknologi sudah seperti sahabat bagi masyarakat. Namun, perlu diketahui bahwa ketergantungan pada teknologi juga dapat menimbulkan dampak buruk, baik secara mental maupun perilaku,” ujarnya.
Ia berharap melalui diskusi ini mahasiswa dapat semakin bijak dan cerdas dalam menggunakan teknologi digital.
“Sebagai manusia, kita harus memegang kendali terhadap teknologi, bukan sebaliknya. Dimulai dari diri sendiri, kita dapat memberi dampak positif bagi lingkungan sekitar,” tambahnya.
Dalam keynote speech-nya, Nezar Patria menyampaikan bahwa kemajuan akses digital di Indonesia belum sepenuhnya diiringi oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Angka tinggi akses teknologi tidak seimbang dengan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan digital menjadi faktor krusial yang ditopang oleh tiga hal: konektivitas digital, literasi digital, serta regulasi dan tata kelola yang adaptif,” jelasnya.
Pemateri pertama, Isma Dwi Fiani, menjelaskan bahwa digital well-being menjadi langkah penting untuk menyeimbangkan kesehatan mental di tengah percepatan dunia digital.
“Respons cepat kini menjadi tuntutan, padahal sebenarnya kita lelah karena tidak sanggup. Digital well-being hadir sebagai semangat agar kita tetap sehat di tengah teknologi yang semakin cepat,” tuturnya.
Sementara itu, Rini Yustiningsih menyoroti dampak kecerdasan buatan (AI) yang kini turut membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat.
“Sebanyak 80 persen kehidupan manusia kini sudah dipasrahkan kepada AI. Secara tidak langsung, gaya hidup manusia telah ditentukan oleh algoritma,” ujarnya.
Narasumber terakhir, Gerry Prayudi, menyoroti hubungan antara konten digital dan kesejahteraan mental. Ia menegaskan bahwa digital well-being bukan sekadar membatasi waktu layar, tetapi juga memahami makna dan dampak dari konten yang dikonsumsi maupun dibuat.
“Konten yang kita buat seharusnya menyehatkan, bukan menekan. Jangan hanya ikut tren, tetapi pahami nilai dan dampaknya bagi diri sendiri serta orang lain,” ungkapnya.
Dalam sesi tanya jawab, Rini Yustiningsih berpesan agar peserta bijak dalam berinteraksi di media sosial.
“Kendalikan jempolmu untuk hal yang lebih baik. Hindari hujatan dan hasutan, karena jempolmu adalah harimaumu,” pesannya.
Melalui kegiatan ini, FHISIP UT berharap mahasiswa dapat memahami pentingnya digital well-being serta mampu menghadapi tantangan era digital dengan lebih sehat, cerdas, dan beretika.***
Editor: Nabila Nur Khasanah
