[Artikel Terbaik - Workshop Jurnalistik 2025]
![]() |
Sugiyem sedang membungkus rambak produksi. (Foto: Dian Regina Cahyani/lpmmayantara.com) |
Penulis: Dian Regina Cahyani dan Wulan Eka Handayani
MAYANTARA- Berbekal pengalaman bertahun-tahun menjadi karyawan di industri rambak jari rumahan milik tetangganya, Sugiyem (59) dan sang suami, Sudarto (65), memberanikan diri membuka usaha bernama Rambak Bu Giyem.
Sepuluh tahun sudah mereka merenda mimpi untuk menyambung hidup di hari tua, dengan niat agar tidak bergantung pada ketiga anaknya.
"Usia segini susah cari kerja, sudah usia pensiun. Pabrik tidak menerima kami," ujar Sugiyem.
Pasangan suami istri ini meracik sendiri rambak atau krecek sebanyak 15 kilogram tiap dua hingga tiga hari sekali di rumah mereka di Triyagan, RT 02/RW 06, Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Bahan berupa tepung gandum dan pati yang diuleni bersama bumbu, kemudian dikukus hingga matang.
Adonan selanjutnya dibekukan dalam freezer agar mudah dipotong tipis.
Rambak mentah lalu dijemur selama kurang lebih tiga hari, dan akhirnya digoreng.
![]() |
Krecek dari Rambak Bu Giyem sebelum memasuki tahap penggorengan. (Foto: Dian Regina Cahyani/lpmmayantara) |
![]() |
Sudarto yang sedang membungkus rambak produksi rumahan, Rambak Bu Giyem. (Foto: Dian Regina Cahyani/lpmmayantara.com) |
"Sekali produksi menghasilkan satu bal rambak. Kalau dijual laku Rp700.000," kata Sudarto.
Dari penjualan tersebut, keuntungan bersih yang diperoleh sekitar Rp300.000 - Rp400.000.
Per bungkus kecil dijual Rp500.
Terdapat dua jenis kemasan yang dijual Rambak Bu Giyem.
Kemasan kecil isi 10 dijual seharga Rp3.500, sedangkan kemasan besar isi 25 bungkus dijual Rp10.000.
Pelanggan Rambak Bu Giyem kebanyakan adalah para pedagang makanan kaki lima di wilayah Mojolaban.
Sudarto biasa mengantarkan rambak ke warung makan.
Satu hingga dua bungkus besar dijual setiap kali pengantaran.
"Kelebihan rambak kami, kalau tidak habis bisa ditukar baru," ujar Sugiyem.
Mereka menjaga kepercayaan pelanggan dengan menawarkan sistem tukar rambak.
Itulah salah satu nilai lebih usaha Rambak Bu Giyem.
Sebagian keuntungan selalu ditabung untuk dibelikan hewan kurban setiap tahun.
"Sebagai ungkapan syukur, tiap tahun kurban kambing di masjid kampung," pungkas Sugiyem.***
Editor: Nabila Nur Khasanah